Sabtu, 17 September 2016

HUKUM SHOLAT BERJAMAAH DI MASJID BAGI LAKI LAKI (Bagian 4)

4. SHALAT BERJAMA’AH ADALAH FARDHU ‘AIN DAN SYARAT SAHNYA SHALAT.

Ini adalah pendapat Ibnu Hazm dan yang sependapat dengannnya.
Lihat Kitab :

Shalatul Mukmin jilid 1 halaman 410
Shahih Fiqih Sunnah jilid 1 halaman 505 

Maksudnya : 
Jika seorang laki laki tidak hadir shalat berjama’ah maka dia berdosa. Dan jika dia mengerjakan shalatnya sendirian di rumahnya atau di kantornya dsb , maka shalatnya tidak sah.

Dasarnya : 
Adanya perintah melakukan shalat berjama’ah walaupun dalam keadaan yang sulit

وَإِذَا كُنْتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاةَ فَلْتَقُمْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُوا فَلْيَكُونُوا مِنْ وَرَائِكُمْ وَلْتَأْتِ طَائِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّوا فَلْيُصَلُّوا مَعَكَ وَلْيَأْخُذُوا حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ

Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan 1 rakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bershalat, lalu bershalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata.
Al Qur’an surah An Nisa’ ayat 102

Penjelasan :

1. Ayat ini menggambarkan cara mengerjakan shalat dalam keadaan perang , yang disebut dengan Shalat Khauf
Ada beberapa hadits yang menggambarkan tatacara shalat khauf yang diajarkan oleh Nabi saw 

Cara shalat khauf  selengkapnya akan dibahas pada bab tentang shalat khauf 

2. Ayat ini difahami bahwa dalam suasana perang sekalipun , Allah swt memerintahkan shalat dilakukan dengan berjama’ah.

Jika shalat berjama’ah hukumnya adalah sunnah , suasana perang sudah menjadi alasan yang tepat untuk tidak melaksanakannya, 
Kenyatannya Allah swt tetap memerintahkan shalat berjama’ah dalam keadaan yang sangat takut tersebut.

Jika shalat berjama’ah adalah fardhu kifayah , maka Allah menggugurkan kewajiban berjama’ah untuk kelompok kedua karena telah dilakukan oleh kelompok pertama.
Kenyataannya Allah swt tetap mewajibkan kelompok kedua untuk melakukan shalat dengan cara berjama’ah

Jika shalat berjama’ah adalah fardhu ‘ain saja , sedangkan shalatnya seseorang dengan sendirian tetap sah dan hanya berdosa jika tidak hadir berjama’ah , maka 
suasana perang sudah cukup sebagai alasan untuk tidak mengerjakan shalat berjama’ah.
Kenyatannya Allah swt tetap memerintahkan shalat berjama’ah dalam keadaan yang sangat takut tersebut.

DARI 4 MACAM PENDAPAT TERSEBUT , YANG SAYA PILIH ADALAH PENDAPAT KE 3 YAITU : HUKUM SHALAT BERJAMA’AH DI MASJID BAGI LAKI LAKI ADALAH SUNNAH MUAKKAD. (ANJURAN KERAS)

Wallahu A’lam.

CABANG PERMASALAHAN : 

JIKA TIDAK DAPAT MELAKUKAN DENGAN BERJAMA’AH ?

Jika dalam suasana takut ( perang , bencana alam dsb ) yang tidak memungkinkan untuk mengerjakan shalat berjama’ah maka Allah mewajibkan shalat tetap dikerjakan walaupun dengan berlari. Tidak pakai ruku’ atau sujud , tetapi hanya berisyarat dengan sedapat dapatnya 

فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ

Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Al Qur’an surah Al Baqarah ayat 239

عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ - رضى الله عنهما - كَانَ إِذَا سُئِلَ عَنْ صَلاَةِ الْخَوْفِ قَالَ ... فَإِنْ كَانَ خَوْفٌ هُوَ أَشَدَّ مِنْ ذَلِكَ صَلَّوْا رِجَالاً ، قِيَامًا عَلَى أَقْدَامِهِمْ ، أَوْ رُكْبَانًا مُسْتَقْبِلِى الْقِبْلَةِ أَوْ غَيْرَ مُسْتَقْبِلِيهَا . قَالَ مَالِكٌ قَالَ نَافِعٌ لاَ أُرَى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ ذَكَرَ ذَلِكَ إِلاَّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم

Bersumber dari Nafi’ , sesungguhnya Ibnu Umar r.a ditanya tentang shalat Khauf,dia menjawab :  ………. Jika keadaan takutnya lebih genting dari itu maka mereka boleh shalat sambil berjalan , berdiri diatas kaki mereka atau berkendaraan , baik itu sambil menghadap Qiblat atau tidak.
Imam Malik berkata : Nafi’ berkata : Ibnu Umar r.a tidak akan berpendapat seperti itu melainkan dari Nabi saw
Shahih riwayat Al Bukhari Kitabut Tafsiir bab 44 no 4535

Penjelasan : 
Imam Malik adalah Malik bin Anas , pendiri madzhab Maliki , dan merupakan guru dari imam Syafi’i dan imam Ahmad bin Hanbal ( Hanbali ). 

Nafi’ adalah seorang dari Tabi’in . Beliau mantan budak dari Ibnu Umar r.a yang telah dimerdekakan , yang kemudian menjadi murid dari Ibnu Umar r.a dan banyak meriwayatkan hadits darinya.

Perkataan  Nafi’ : “ Ibnu Umar r.a tidak akan berpendapat seperti itu melainkan dari Nabi saw ” artinya : Hukum yang ditetapkan oleh Ibnu Umar r.a sebagaimana di dalam riwayat Al Bukhari no 4535 adalah didasarkan kepada pemahaman Ibnu Umar r.a terhadap apa yang diajarkan oleh Nabi saw kepadanya. Sehingga mengamalkannya dianggap mengamalkan sunnah Nabi saw.

Ringkasnya : Jika dalam keadaan genting yang tidak memungkinkan shalat dilakukan sebagaimana biasanya , maka shalat dapat dilakukan sebisanya dengan berjalan , atau berlari , atau naik kendaraan , dengan cara menghadap Qiblat atau tidak menghadap Qiblat. 

Dalam kondisi seperti ini shalat tetap sah walaupun tidak pakai ruku’atau sujud dll.

Wallahu A’lam.   
                   
SYUBHAT :

Yang berpendapat bahwa : bagi laki laki , shalat berjama’ah lebih baik dilakukan di rumah dengan alasan untuk mengajari istri dan anak agar ta’at beribadah .

JAWAB : Pendapat ini memang cocok bagi yang mendasarkan amalan agama kepada aqal semata. 

Pada zaman Rasulullah saw , istri sudah ada. Anak juga sudah ada.
Bahkan Rasulullah saw dan para shahabatnya juga punya istri dan anak.
Perintah untuk mengajari anak dan istri juga sudah ada.
Tetapi Rasulullah saw dan para shahabatnya tidak mengerjakan shalat wajib 5 waktu di rumah. Rasulullah saw dan para shahabatnya mengerjakannya di masjid dengan cara berjama’ah.

Bahkan Rasulullah saw ingin membakar rumah yang di dalamnya ada laki laki dewasa yang tidak hadir ke masjid untuk shalat berjama’ah.
Walaupun peristiwa membakar rumah tidak pernah terjadi pada zaman Rasulullah saw , hadits tentang bakar rumah tersebut bermakna : laki laki mesti mengerjakan shalat berjama’ah di masjid

Kalau ingin mengajari anak dan istri bisa dengan cara lain, bahkan banyak cara yang dapat dilakukannya tanpa harus menggugurkan perintah agama untuk mendatangi masjid.

Bahkan tidak ada satupun ulama dari 4 madzhab yang berpendapat seperti ini.

SELESAI
Oleh : Ustadz Mubarak Abdul rahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TENTANG HIJRAH MENANTI